a.
Filsafat pendidikan
Filsafat
sering diartikan sebgai pandangan hidup suatu masyarakat atau pendirian hidup
bagi individu. Handerson (1959) mengemukakan: “popularly Philosophy means
one’s general view of life of men, of ideals, and of values, in the sesnse
everyone has a philosophy of life”. Dengan demikian maka jelas setiap individu atau kelompok masyarakat secara
filosofis akan memiliki pandangan hidup yang mungkin berbeda sesuai dengan
nilai-nilai yang dianggap baik. Filsafat sebagai landasan pengembangan
kurikulum menjawab pertanyaan-pertanyaan pokok seperti : Hendak dibawa kemana
siswa yang dididik itu? Masyarakat
yang bagaimana yang harus diciptakan melalui ikhtiar pendidikan? Apa hakikat
pengtahuan yang harus dikaji siswa? Norma- norma atau sistem-sistem nilai yang bagaimana yang harus diwariskan kepada anak didik
sebagai generasi penerus? Bagaimana sebaiknya proses pendidikan itu
berlangsung?
Sebagai suatu landasan fundamental, filsafat memegang peranan penting dalam proses pengembangan kurikulum. Ada 4 fungsi filsafat dalam proses pengembangan kurikulum. Pertama, filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan. Dengan filsafat sebagai pandangan hidup atau value system, maka dapat ditentuakan mau dibawa kemana siswa yang dididik itu. Kedua, filsafat dapat menentukan isi dan materi pelajaran yang harus dberikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Ketiga, filsafat dapat menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan. Filsafat sebagai sistem nilai dapat dijadikan pedoman dalam merancang kegiatan pembelajaran. Keempat, melalui filsafaat dapat ditentukan tolak ukur keberhasilan proses pendidikan.
Sebagai suatu landasan fundamental, filsafat memegang peranan penting dalam proses pengembangan kurikulum. Ada 4 fungsi filsafat dalam proses pengembangan kurikulum. Pertama, filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan. Dengan filsafat sebagai pandangan hidup atau value system, maka dapat ditentuakan mau dibawa kemana siswa yang dididik itu. Kedua, filsafat dapat menentukan isi dan materi pelajaran yang harus dberikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Ketiga, filsafat dapat menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan. Filsafat sebagai sistem nilai dapat dijadikan pedoman dalam merancang kegiatan pembelajaran. Keempat, melalui filsafaat dapat ditentukan tolak ukur keberhasilan proses pendidikan.
b.
Landasan Psikologis
Kurikulum
merupakan pedoman bagi guru dalam mengantarkan peserta didik sesuai dengan
harapan dan tujuan pendidikan. Secara psikologis, anak didik memiliki keunikan
dan peredaan baik perbedaan minat, bakat, maupun potensi yang dimiliki sesuai
dengan tahap perkembanganya. Dengan alasan itulah, kurikulum harus memerhatikan
kondisi psikologi perkembangan anak dan psikologi belajar anak. Pemahaman tentang anak bagi seorang pengembang
kurikulum sangatlah penting. Kesalahan persepsi atau kedangkalan pemahaman
tentang anak, dapat menyebabkan kesalahan arah dan kesalahan praktik
pendidikan.
Nana Syaodih
Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi
yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2)
psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari
tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi
perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan,
aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal
lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi
belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks
belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori
belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang
semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari
pengembangan kurikulum
c.
Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat
dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan,
kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa
pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke
lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun
memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup,
bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.Peserta didik
berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal
dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula.
Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya
menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita
tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang menjadi terasing dari lingkungan
masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti
dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun
proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik,
kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.Setiap lingkungan masyarakat
masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola
kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting
dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara
berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat
bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya. Sejalan
dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga
turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan
perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di
sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana
Syaodih Sukmadinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia
mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat
peradaban masa yang akan datang.
Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial-budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.
Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial-budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.
d.
Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai hasil kemampuan berpikir manusia telah
membawa umat manusia pada masa yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Terciptanya
produk-produk teknologis semacam teknologi informasi, misalnya bukan hanya
menyebabkan manusia bisa menjelajahi seluruh pelosok dunia, akan tetapi manusia
mampu menjelajahi ruang angkasa sebuah tempat yang dahulunya dibayangkan
sebagai tempat bersemayamnya para dewa. Demikian juga halnya dengan
ditemukannya hasil teknologi informasi dan komunikasi, bukan hanya manusia
dapat berhubungan secara langsung dengan orang yang tinggal diseberang sana,
akan tetapi manusia dapat melihat berbagai peristiwa yang terjadi pada saat
yang sama di seluruh belahan dunia.
Namun demikian, segala
kemajuan yang diraih oleh umat manusia itu, bukan tanpa masalah. Pada
kenyataannya terdapat berbagai efek negatif yang justru sangat mencemaskan
manusia itu sendiri. Diproduksinya alat-alat transpormasi, menyebabkan
permasalahan kemacetan dan kecelakaan lalulintas, yang setiap hari merenggut
jiwa manusia. Pembangunan pusat-pusat industri menyebabkan terjadinya
urbanisasi dengan berbagai permasalahannya, termasuk munculnya berbagai jenis
kriminalitas. Terciptanya hasil teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan
lunturnya dan terjadi gesekan budaya yang pengaruhnya terhadap eksistensi
kelompok masyarakat bukan main besarnya.
Munculnya
permasalahan-permasalahan baru ini menyebabkan kompleksitas tugas-tugas
pendidikan yang diemban oleh sekolah. Tugas sekolah menjadi semakin berat,
kadang-kadang tidak mampu melaksanakan semua tuntutan masyarakat. Sesuai dengan
perkembangan zaman, tugas-tugas yang dahulu bukan menjadi tugas sekolah, kini
diserahkan kepada sekolah. Sekolah bukan hanya bertugas menanamkan dan
mewariskan ilmu pengethuan, akan tetapi juga harus memberi keterampilan
tertentu serta menanamkan budi pekerti dan nilai-nilai. Sesuai dengan perubahan
dan lompatan-lompatan yang sangat cepat itu, maka kurikulum yang berfungsi
sebagai alat pendidikan, harus terus menerus diperbaruhi menyesuaikan dengan
perubahan-perubahan yang terjadi baik isi maupun prosesnya. Para pengembang kurikulum
tentunya termasuk guru harus memahami perubahan itu, agar isi dan strategi yang
dikembangkan dalam kurikulum sebagai alat pendidikan tidak menjadi usang.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara
langsung maupun tidak langsung menuntut perkembangan pendidikan. Pengaruh
langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah memberikan
isi/materi atau bahan yang disampaikan dalam pendidikan. Pengaruh tak langsung
adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan perkembangan
masyarakat, dan perkembangan masyarakat menimbukan problema-problema baru yang
menuntut pemecahan dengan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan baru yang
dikembangkan dalam pendidikan.
Sumber :
Nana
Syaodih.S .2006. Pengembangan Kurikulum
Teori Dan Praktik. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Wina
Sanjaya.2010. Kurikulum dan Pembelajaran:
Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP). Jakarta: Kencana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar