Jumat, 25 November 2011

Jenis–jenis Model Konsep Pengembangan Kurikulum


a.       Kurikulum Disiplin Ilmu
Menurut Longstreet(1993) (Wina Sanjaya,2010:64) desain kurikulum ini merupakan desai kurikulum yang berpusat kepada pengetahuan (the knowledge centered design) yang dirancang berdasarkan struktur ilmu, oleh krena itu model desain ini dinamakan juga model kurikulum subjek akademis yang penekanannya diarahkan untuk pengembangan inteektual siswa. Para ahli memandang desain kurikulum  ini berfungsi mengembagkan proses kognitif atau pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui latihan menggunakan gagasan dan melakukan proses penelitian ilmiah (McNeil1990).
     Model kurikulum yang berorientasi pada pengembangan intelektual siswa, dikembangkan oleh para ahli mata pelajaran sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing. Mereka menyusun materi pelajaran apa yang harus dikuasai oleh siswa baik k menyangkut data dan fakta, konsep, maupun teori  yang ada dalam setiap  disiplin ilmu mereka masing-masing. Materi pembelajran tentu saja disusun sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Selain memenentukan materi kurikulum, juga para pengembang kurikulum menyusun bagaimana melakukan pengkajian materi pembelajaran melalui proses penelitian ilmiah sesuai dengan corak atau masalah yang terkandung dalam disiplin ilmu. Jadi, dengan demikkian dalamdesain ini bukan hanya diharapkan siswa semata-mata dapat menguasai materi pelajaran sesuai dengan disiplin ilmu, akan tetapi juga melatih  proses berpikir melalui proses penelitian ilmiah yang sistematis.
     Dalam implementasinya, strategi yang banyak digunakan adalah strategi ekspositori. Melalui strategi ini, gagasan atau informasi disampaikan oleh guru secara langsung oleh guru kepada siswa. Selanjutnya siswa dituntut untuk memahami, mencari landasan logika, dan dukungan fakta yang dianggap relevan. Siswa dituntut untuk membaca buku-buku atau karya-karya besar dalam bidangnya untuk dimegerti, dipahami, dan dikuasai . selanjutnya, penguasaan materi disiplin ilmu itu dijadikan kriteria dalam keberhasilan implementasi kurikulum.
     Evaluasi yang digunakan bervariasi sesuai dengan tujuan mata pelajaran. Dalam pelajaran humaniora evaluasi dilakukan dalam bentu essay. Mata pelajaran kesenian diukur berdasarkan unsur subyektifitas. Matematika dinilai berdasrkan penguasaan aksiomanya bukan sekedar kebenaran dalam menghitung. Penilaian ilmu alam diberikan dalam bentuk pengujian proses berpikir bukan sekedar benar dalam jawaban.
Terdapat 3 bentuk organisasi kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu (Wina Sanjaya,2010:65), yaitu :
1)      Subject Centered Curriculum
Pada Subject Centered Curriculum,  bahan atau isi kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, misalnya mata pelajaran sejarahj ilmu bumi, kimia, fisika berhitung dan sebagainya. 
2)      Correlated Curriculum
Pada organisasi kurikulum ini, mata pelajaran tidak disajikan secara terpisah, akan tetapi mata peajaran-mata pelajaran yang memiliki kedekatan atau mata pelajaran sejenis dikelompokkan sehingga menjadi suatu bidang studi(broadfield),  seperti misalnya mata pelajaran geografi, sejarah, ekonomi dikelompokkan dalam bidang studi IPS
3)      Integrated Curriculum
Pada organisasi kurikulum ini, tidak lagi menampakkan nama-nama mata pelajaran atau bidangn studi. Belajar berangkat dari suatu pokok masalah yang harus dipecahkan. Masalah ter sebut kemudian dinamakan unit. Belajar berdasarkan unit bukan hanya menghafal sejumlah fakta, akam tetapi juga mencari dan menganalisis fakta sebagai bahan untuk memecahkan masalah. Belajar melalui pemecahan masalah itu diharapkan perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada segi intelektual saja akan tetapi seluruh aspek seperti sikap, emosi, atau keterampilan.

b.      Kurikulum Berorientasi pada Masyarakat
Asumsi yang mendasari bentuk rancangan kurikulum ini adalah bahwa tujuan dari sekolah adalah untuk melayani kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kebutuhan masyarakat harus dijadikan dasar dalam melakukan isi kurikulum. (Wina Sanjaya,2010:67)
Contoh desain kurikulum ini seperti yang dikembangkan oleh Smith, Stanley, dan Shores dalam buku mereka yang berjudul Fundamental of Curriculum(1950) atau dalam buku Curriculum Theory yang disusun oleh Beauchamp(1981). Mereka merumuskan kurikulum sebagai sebuah desain kelompok sosial untuk dijadikan pengalaman belajar anak di dalam sekolah. Artinya, permasalahan yang dihadapi dan dibutuhkan oleh suatu kelompok sosial, harus menjadi bahan kajian anak didik di sekolah
Ada 3 kriteria yang harus diperhatikan dalam proses mengimplementasikan kurikulum ini(Wina Sanjaya,2010:70). Ketiganya menuntut oembelajaran nyata (real) berdasarkan tindakan(action), dan mengandung nilai (values). Ketiga kriteria tersebut adalah pertama, siswa harus memfokuskan kepada salah satu aspek yang ada di masyarakat yang dianggapnya perlu untuk diubah, kedua, siswa harus melakukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi masyarakat itu, dan ketiga,  tindakan siswa harus didasarkan kepada nilai(values), apakah tindakan itu patut dlaksanakan atau tidak, apakah memerlukan kerja individual atau keompok tau bahkan keduanya.
Dalam mengorganisasi kegiatan belajar siswa disusun berdasarkan tema utama. Selanjutnya tema itu dibahas kedalam beberapa topik yang relevan. Topik itulah selanjutnya ditindaklanjuti, dibahas, dan dicari penyelesaian melalui latihan-latihan dan kunjungan-kunjungan.
Mengenai evaluasi pembelajaran diarahkan kepada kemapuan siswa mengartikulasi isu atau masalah, mencari pemecahan masalah, mendefinisikan ulang tentang problema, memiliki kemauan untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu. Oleh karena itu evaluasi pembelajaran kurikulum rekonstrusi sosial dilakukan secara terus-menerus pada setiap saat

c.       Kurikulum  Berorientasi pada Siswa
Asumsi yang mendasari desain ini adalah bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membantu anak didik. Oleh karenanya, pendidikan tidak boleh terlepas dari kehidupan anak didik. Kurikulum yang berorientasi pada siswa menekankan kepada siswa sebagai sumber isi kurikulum tidak boleh terlepas dari kehidupan peserta didik. (Wina Sanjaya,2010:71)
Anak didik adalah manusia yang sangat unik. Mereka memiliki karakteristik tertentu. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan, anak adalah makhluk yag berkembang, yang memiliki minat dan bakata yang beragam. Kurikulum harus dapat menyesuaikan dengan irama perkembangan mereka. Dalam mendesain kurikulum yang berorientasi pada siswa, Alice Crow (Crow & Crow, 1995) menyarankan hal-hal sebagai berikut :
1)      Kurikulum harus disesuaikan dengan perkembangan anak
2)      Isi kurikulum harus mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dianggap berguna untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.
3)      Anak hendaknya ditempatkan sebagai subjek belajar yang berusaha untuk belajar sendidri. Artinya siswa harus didorong untuk melakukan berbagai aktivitas belajar, bukan sekedar menerima informasi dari guru.
4)      Diusahakan apa yang dipelajari siswa sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat perkembangan mereka. Artinya apa yang seharusnya dipelajari bukan ditentukan dan dipandang baik dari sudut guru atau sudut orang lain tetapi ditentukan dari sudut anak itu sendiri.
Desain kurikulum yang berorientasi pada anak didik, dapat dilihat minimal dari dua perspektif, yaitu :
1)      Perspektif Kehidupan Anak di Masyarakat
Dalam perspektif ini, menharapkan materi kurikulum yang dipelajari di sekolah serta pengalaman belajar, didesain sesuai dengan kebutuhan anak sebagai persiapan agar mereka dapat hidup dimasyarakat. Anak dituntut untuk mempelajari berbagai macam yang bersifat abstrak, akan tetapi teori atau berbagai konsep yang dihubungkan dengan kehidupan nyata. Dengan demikian, apa yang dipelajari di sekolah relevan dengan kenyataan dimasyarakat.
2)      Perspektif Psikologis   
Dalam perpektif sikologis, desai kurikulum yang berorientasi kepada siswa, sering diartikan juga sebagai kurikulum yang bersifat humanistik, yang muncul sebagai reaksi terhadap proses pendidikan  yang hanya mengutamakan segi intelektual. Dalam perspektif ini, tugas dan tanggung jawab pendidikan di sekolah bukan hanya mengembangkan intelektual siswa saja, akan tetapi mengembangkan seluruh pribadi siswa sehingga dapat membentuk manusia yang utuh

Kurikulum humanistik menekankan kepada integrasi, yaitu kesatuan pribadi secara utuh antara intelektual, emosional, dan tindakan. Oleh karena prinsipnya demikian, maka kurikulum humanistik harus dapat memberikan pengalaman yang menyeluruh dan utuh, bukan pengalaman yang terpenggal-penggal. Organisasi kurikulum tidak mementingkan sequence, sebab, dengan sequence  yang kaku siswa tidak mungkin dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Sequence  dalam kurikulum humanistik harus menckup elemen-elemen tentang nilai, konsep, sikap, dan masalah. Dari hal-hal tersebut, disusun kegiatan-kegiatan yang memungkinkan siswa mengembangkan elemen-elemen itu.
Tidak seperti pada kurikulum subjek akademis dimana pelaksanaan evaluasi diarahkan untuk melihat keberhasilan siswa dalam menguasai matri pelajaran, pelaksnaan evaluasi dalam kurikulm humanistik lebih ditekankan kepada proses belajar. Kriteria keberhasilan ditentukan oeh perkembangan anak supaya menjadi manusia yang terbuka dan berdiri sendiri. Kurikulum hunanistik mengevaluasi berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan, dan bagaimana kegiatan tersebut mampu memberikan nilai untuk kehidupan yang masa datang. Proses pembelajaranyang bagus menurut kurikulum ini dalah manakala memberikan kesempatan kepada siswa untuk tumbuh berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

d.      Kurikulm Teknologis
Model desain kurikulum teknologis difokuskan kepada efektifitas program, metode, dan bahan-bahan yang dianggap dapat mencapai tujuan. Perspektif teknologi telah banyak dimanfaatkan pada berbagai konteks, misalnya pada program pelatihan di lapangan industri dan militer. Desain sistem instruksional menekankan kepada pencapaian tujuan yang mudah diukur, aktivitas, dan tes, serta pengembangan bahan-bahan ajar.
Teknologi mempengaruhi kurikulum dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi penerapan hasil-hasil teknologi dan penerapan teknologi sebagai suatu sistem. Sisi pertama yang berhubungan penerapan adalah perencanaan yang sistematis dengan menggunakan media atau alat dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaan dan pemanfaatan alat tersebut semata-mata  untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Dengan penerapan hasil-hasil teknologi sebagai alat, diasumsikan pembelajaran akan berhasil secara efektif dan efisien. Contohnya pembelajaran dengan bantuan komputer. Sisi kedua, teknologi sebagai suatu sistem, menekankan kepada penyusunan progam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem yang ditandai dengan perumusan tujuan khusus sebagai tujuan tingkah laku yang harus dicapai. Proses pembelajaran diarahkan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, keberhasilan pembelajaran itu diukur sejauh mana siswa dapat menguasai tujuan khusus tersebut. Jadi, penerapan teknologi sebagai suatu sistem itu tidak ditentukan oleh penerapan hasil-hasil teknologi akan tetapi bagaimana merancang implementasi kurikulum dengan pendekatan sistem. (Wina Sanjaya,2010:75)
      Kurikulum teknologi, banyak dipengaruhi oleh psikologi belajar behavioristik. Salah satu ciri dari teori belajar ini adalah menekankan pola tingkah laku yang bersifat mekanis seperti yang digambarkan dalam teori Stimulus-Respon. Lebih lanjut dalam pandangan tentang beljara kurikulum ini memiliki karakteristik sebagai berikut (Wina Sanjaya,2010:76):
ü  Belajar dipandang sebagai proses respon terhadap rangsangan.
ü  Belajar diatur berdasarkan langkah-langkah tertentu dengan sejumlah tugas yang harus dipelajari
ü  Secara khusus siswa belajar secara individual, neskipun dalam hal-hal tertentu bisa saja belajar secara kelompok.
Menurut McNeil(1990) (Wina Sanjaya,2010:76), tujuan kurikulum teknologis ditekankan kepada pencapaian perubahan tingkah laku yang dapat diukur. Oleh karena itu tujuan umum dijabarkan kedalam tujuan-tujuan khusus. Tujuan-tujuan itu biasanya diambil dari setiap mata pelajaran (disiplin ilmu). Tujuan yang berorientasi kepada tujuan kemasyarakatan jarang dgunakan. Semua siswa diharapkan dapat menguasai secara tuntas tujuan pengajaran yang ditentukan.
Ciri-ciri  kurikulum teknologis adalah :
§  Pengorganisasian materi kurikulum berpatokan kepada rumusan tujuan
§  Materi kurikulum disusun secara bejenjang
§  Materi kurikulum disusun dari mulai yang sederhana menuju yang kompleks
Hal –hal yang perlu diperhatikan dalam implementasi kurikulum teknologis adalah sebagai berikut :
Ø  Kesadaran akan tujuan, artinya perlu memahami bahwa pembelajaran diarahkan untuk mencpai tujuan . oleh karena itu, siswa perlu diberi penjelasan tujuan apa yang harus dicapai.
Ø  Dalam pembelajaran siswa diberi kesempatan mempraktikkan kecakapan sesuai dengan tujuan.
Ø  Siswa perlu diberi tahu hasil yang telah dicapai. Dengan demikian siswa perlu menyadari apakah pembelajran sudah dianggap cukup atau masih perlu bantuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar